Mulai
Jakarta , Rabu 23 Februari 2011, 15.05 WIB
Hari ini hujan lagi, kurang lebih sama seperti hari-hari kemarin. Hanya saja hari ini lebih deras ditambah angin kencang dan sesekali suara gemuruh. Udara panas berganti dingin. Orang-orang yang semula beraktifitas, banyak yang menepi untuk berlindung dari derasnya air hujan. Saya pun mengalami nasib yang kurang lebih sama dengan orang-orang tersebut.
Singkat cerita kenapa saya bisa sampai di sini dan akhirnya berteduh di tempat ini. Saya baru saja pulang dari wawancara untuk sebuah pekerjaan. Hari ini saya diundang untuk tes kepribadian dan wawancara oleh sebuah perusahaan penyedia layanan jaringan telekomunikasi di daerah Grogol, Jakarta Barat.
Hari-hari seperti ini sudah sering saya lakukan. Setiap hari ada saja yang mengundang untuk tes dan wawancara. Walaupun begitu, sudah satu bulan ini saya menyandang status pengacara singkatan dari pengangguran banyak wawancara.
Kebanyakan perusahaan menginginkan karyawan yang sudah lulus kuliah, walaupun kadang ada pengecualian bagi mahasiswa yang berada di semester akhir. Tetapi berhubung saya adalah mahasiswa aktif semester enam di Universitas Gunadarma, biasanya itu yang menjadi penyebab kegagalan saya saat wawancara.
Yogyakarta, Selasa 21 April 1987, pukul 02.00 WIB
Sejenak mengenang masa lalu dan sedikit bercerita tentang keluarga saya
Dengan kehendak-Nya, Ibu melahirkan saya pada 21 April 1987 sebagai seorang muslim. Bapak saya bernama, Mukri Prasetya dan Kismiyati adalah nama Ibu saya. Restu Basar Zaini, itulah nama yang dianugerahkan Bapak dan Ibu saya.
Saya anak pertama dari tiga bersaudara. Ibu masih melahirkan dua anak lagi yang masing-masing diberi nama Restu Anjar Setiawan dan Unik Restu Pramudita. Kami bukanlah keluarga yang terlalu berada dalam hal materi, tetapi kami keluarga yang bahagia.
Bapak dan Ibu saya berkerja di pabrik keluarga kami sendiri. Pabrik tersebut adalah pabrik turun-temurun dari Kakek dan Nenek. Masing-masing mempunyai bidang usaha sendiri. Bapak sebagai pengrajin tahu. Ibu sebagai pembuat tempe.
Adik pertama saya, Wawan. Dia baru saja lulus dari sekolah penerbangan. Sekarang dia adalah pengajar marching band di sebuah sekolah di Yogyakarta. Adik yang kedua, Unik. Dia adalah seorang pelajar di sekolah penerbangan di Yogyakarta.
Foto keluarga saya : (dari kiri ke kanan) Unik, Ibu, Bapak, Wawan, Saya
Semua anggota keluarga saya tinggal di Yogyakarta. Saya di Bekasi tinggal sendiri, tepatnya saya tinggal di Jl. Podok Cipta Raya Blok C3 No.10B Bintara, Bekasi Barat 17134. Sudah sejak 2007 saya merantau. Suka duka silih berganti mengisi lembar kehidupan saya selama merantau di sini.
Yogyakarta, 1991- 1993
Sekolah taman kanak-kanak (TK)
Pada saat TK, Ibu dan Bapak memilih TK Gedongkiwo sebagai sekolah pertama saya. Sekolah unggulan yang lokasinya berada jauh dari rumah dan dengan biaya pendidikan yang lebih mahal dari sekolah TK pada umumnya.
Yogyakarta, 1993- 1999
Masuk sekolah dasar (SD)
Berkaca repotnya menyekolahkan anak di tempat yang jauh, saat SD Ibu dan Bapak memilih sekolah yang dekat dengan rumah, yakni SD Negeri Tawangsari yang sekarang berubah nama jadi SD Negeri Gedongkiwo.
Yogyakarta, 1999- 2002
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Lulus dengan rata-rata Nilai Ujian Murni (NUM) 8,00 membuat saya leluasa memilih sekolah unggulan di Yogyakarta. Jatuhlah pilihan di SMP Negeri 16. Sekolahnya sangat luas, ada lapangan bola di halaman depan, biaya pendidikan murah karena sekolah negeri, dan lokasinya tidak begitu jauh dari rumah.
Yogyakarta, 2002- 2005
Masa Sekolah Menengah Atas (SMA)
Setelah sebelas tahun mengenyam pendidikan di sekolah negeri, Ibu menginginkan saya bersekolah di sekolah yang banyak belajar agamanya. Ibu dan Bapak menyarankan masuk ke sekolah Muhammadiyah. Setelah membandingkan beberapa sekolah Muhammadiayah, dipilihan SMA Muhammadiyah 3.
Dimasa SMA saya aktif dibeberapa organisasi. Mulai dari organisasi sekolah seperti Ikatan Remaja Muhammadiyah, Lembaga Pers, Koperasi Sekolah dan Karya Ilmiah Remaja. Saya juga aktif di beberapa organisasi kemasyarakatan seperti Tunas Mitra Muda dan Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah.
Yogyakarta, 2005- 2007
Pekerjaan pertama saya
Selepas masa SMA, saya tidak langsung melanjutkan ke jenjang bangku kuliah. Kata Bapak, kalau mau kuliah saya harus membayar biaya pendidikan sendiri, karena Bapak tidak mampu menanggung biaya sekolah ketiga anaknya dengan keadaan waktu itu. Dengan berbagai pertimbangan, saya memilih bekerja. Pekerjaan pertama saya adalah sebagai design grafis di PT. Elra Production dan sebagai cameramen di PT. Abadi Visi Mandiri.
Pada tahun 2007 tersebut saya mengambil keputusan besar untuk merantau ke Jakarta. Bapak bilang anak laki-laki harus pergi dari rumah, merasakan hidup mandiri jauh dari keluarga, karena nanti dia jadi kepala keluarga. Dengan bantuan Bapak, saya merayu Ibu. Akhirnya setelah beberapa waktu, Ibu memberi saya izin untuk pergi. Walaupun dengan berat hati.
Jakarta, 2007- 2011
Masa-masa berkerja di Jakarta
Awal di Jakarta pada tahun 2007 saya bekerja free line sebagai database dan gis operator di PT. Astafortuna Rekaprima. Sebuah perusahaan konsultan pemerintah, yakni Depertemen Pekerjaan Umum.
Tahun 2008 saya baru berkesempatan melanjutkan jenjang pendidikan. Saya mengambil kuliah malam di Universitas Gunadarma Kalimalang dengan jenjang strata satu (S1) jurusan sistem informasi.
Tahun 2009 saya pindah pekerjaan ke daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saya bekerja di dua perusahaan sekaligus. Nama perusahaan yang di Jakarta adalah PT. Tuladha Konsula, dan perusahaan yang di Bandung bernama PT. Talenta Cipta Sarana. Keduanya perusahaan konsultan pemerintah untuk BPH Migas.
Lama berkerja di belakang meja, di bulan Mei 2010 saya mencoba bidang pekerjaan baru. Saya merangkap pekerjaan sebagai education consultan di Lembaga Pendidikan Indonesia – Amerika, Jakarta Timur. Hingga saya mengundurkan diri karena terlalu sibuk dengan perusahaan yang ada di Bandung pada Agustus 2011.
Pandangan hidup
Setiap manusia mempunyai masalahnya sendiri. Banyak dari kita merasa bahwa masalah kita adalah yang paling berat dibanding masalah orang lain. Namun jika kita mau berfikir dan melihat apa yang terjadi di sekitar kita, pasti kita sadar. Bahwa kita jauh lebih beruntung dibanding orang lain. Kata orang bijak, untuk masalah dunia banyak-banyaklah melihat kebawah, bukan keatas.
Cita-cita saya adalah tujuan hidup saya
Sejak dari dulu setelah lulus SMA saya bercita-cita ingin membuat perusahaan sendiri. Perusahaan dibidang penyedia jasa design dan support IT. Karyawan saya nantinya adalah pemuda kampung di sekitar lokasi perusahaan saya.
Pengalaman paling baik dalam hidup
Sebelumnya saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan bekerja di Jakarta, apalagi untuk meneruskan kuliah di Ibu kota. Pertama ke Jakarta saya hanya membawa uang Rp 400.000. Uang itu sebagai ongkos saya mencari alamat perusahaan dimana tetangga kampung saya bekerja.
Beberapa bulan pertama saya masih menumpang tinggal dikantor. Setelah perekonomian saya agak membaik dalam beberapa bulan kemudian saya berani tinggal sendiri. Menurut saya itu adalah pengalaman terbaik, karena pengalaman ini merupakan tonggak perjalanan saya sebagai seorang yang hidup mandiri.
Pengalaman hidup yang paling buruk
Bagi saya, pengalaman adalah guru terbaik, terutaman pengalaman buruk. Pengalaman paling buruk bagi saya adalah ketika saya masih SMP. Saat itu saya marah besar dengan Ibu. Sampai saya meninggalkan rumah pada saat itu. Kalau teringat masa itu, saya sering tersenyum sendiri lalu kadang menangis, teringat Ibu. Apalagi dalam keadaan jauh dari Ibu seperti ini.
Pengalaman hidup yang paling mengesankan
Pengalaman ini merupakan pengalaman paling mengesankan bagi saya. Ketika wisuda SMA, Bapak saya turut hadir memenuhi undangan sekolah. Pada saat acara penghargaan bagi tiga siswa terbaik dengan tiga nilai tertinggi di sekolah, nama saya ada sebagai salah satu siswa dengan nilai tertinggi ketiga.
Saat saya maju untuk menyematan mendali dan pemberian sertifikat, saya melihat dari kejauhan, Bapak saya tersenyum. Bapak bilang dengan suara pelan namun dengan pengucapan yang jelas kepada saya, “Bapak bangga”. Saat itu seakan menjadi hadiah paling indah melebihi hadiah paling indah yang dibelikan Bapak.
Kembali ke hari ini, Jakarta, Rabu 23 Februari 2011, 17.15 WIB
Hujan sudah berhenti. Orang-orang mulai beraktifitas kembali seperti semula. Tugas yang saya kerjakan pun sudah hampir selesai. Saatnya untuk melanjutkan perjalanan menuju kampus Gunadarma. Nampaknya saya harus bergerak cepat agar bisa sampai di sana tepat waktu.
Selesai
0 comments:
Post a Comment